top of page
Search

Kebijakan Penyiaran Radio: Pasca Peraturan Pemerintah Tahun 2005

  • Writer: kebijakankom.f13
    kebijakankom.f13
  • Apr 12, 2020
  • 3 min read

Updated: Apr 30, 2020

Materi ini disiapkan untuk memenuhi tugas perkuliahan Regulasi dan Kebijakan Komunikasi dengan topik kebijakan pers pada era demokrasi pada Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY).

Sebelum adanya organisasi Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia, terdapat beberapa wadah organisasi radio swasta yang berdiri di kota-kota besar. Organisasi radio swasta ini masih berdiri sendiri-sendiri untuk mengelola radio siaran swasta terkhusus menjadi salah satu media alat pendidik maupun hiburan. Beberapa radio siaran swasta tersebut yakni Persatuan Radio Siaran Jakarta (PRSJ), Persatuan Broadcaster Bandung (PBB), Persatuan Radio Siaran Jawa Tengah (PRSJT), dan asosiasi lainnya. Namun dengan adanya asosiasi-asosiasi tersebut tidak menjamin bahwa dalam menjalani dan pengelolaan radio siaran swasta tersebut akan efektif. Kemudian dengan adanya tokoh-tokoh radio siaran swasta, mereka mengupayakan untuk membangun organisasi yang mencakup seluruh radio siaran swasta di Indonesia (Suryani dkk, 2019).


Organisasi Persatuan Radio Siaran Swasta Niaga Indonesia yang disingkat PRSSNI, resmi didirikan pada tanggal 16-17 Desember 1974. Peresmian ini diadakan di Balai Sidang Senayan Jakarta, dihadiri 227 peserta dan mewakili 173 stasiun radio siaran swasta dari 34 kota di 12 provinsi kala itu. Lalu saat tahun 1983 di Bandung, PRSSNI dalam singkatannya terdapat kata “Niaga” yang kemudian diganti menjadi “Nasional” (Suryani dkk, 2019). Organisasi ini terus melanjutkan program-programnya seperti memiliki anggaran dasar, anggaran rumah tangga, kode etik atau standar profesional, dan program secara umum serta memiliki struktur dan mekanisme organisasi sebagai pedoman dalam pengelolaan sebuah organisasi.


Kebijakan penyiaran radio Indonesia yang dibuat pada tahun 2005 berisi tentang 7 peraturan pemerintah dalam beberapa ayat dalam tiap bagian peraturannya. Setelah adanya peraturan pemerintah ini, beberapa hal mempengaruhi kebijakan dalam penyiaran radio. Diantaranya, pasal 7 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik mengharuskan adanya peraturan juga Lembaga Penyiaran Publik (LPP) secara lokal dalam tiap daerahnya. Hal ini membuat beberapa stasiun radio tidak melanjutkan perizinannya, seperti stasiun radio di Sulawesi selatan. Tujuh stasiun radio lokal di wilayah tersebut tidak melanjutkan perizinannya akibat dari tidak asanya perda yang mengatur LPP (LPIP, 2017). Lembaga Penyiaran Publik Lokal merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh pemerintah daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atas usul masyarakat (LPIP, 2017).


Mengenai pendapatan, LPP Lokal juga memiliki aturannya tersendiri. Di dalam PP 11/2005 pasal 25 ayat (5) dan (6), LPP Lokal dapat memasang iklan. Dalam siaran iklan tersebut maksimal 15 persen dari seluruh waktu siaran dan iklan layanan masyarakat paling sedikit terdapat 30 persen dari waktu siaran iklan. Mengenai isi siaran, LPP Lokal menyiarkan 60 persen yang menunjukkan sisi lokal dari daerah tersebut. Isi siarannya wajibmemberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak, khususnya anak-anak dan remaja. Hal tersebut diatur dalam PP Nomor 11 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik.


Peraturan lain seperti Peraturan Pemerintah No. 49-52/2005 yang seharusnya mendukung UU Penyiaran, justru merusak nilai-nilai tersebut dengan mengizinkan perusahaan atau kelompok media untuk beroperasi hingga mencakup 75% dari total provinsi di Indonesia. Hasilnya, tidak hanya semangat keberagaman media yang tak tercapai, kontradiksi kebijakan ini, disengaja ataupun tidak, menimbulkan konsekuensi buruk dalam perkembangan media massa di Indonesia. (Nugroho, dkk. 2012).


Kebijakan dan regulasi penyiaran radio terus diperbaharui sesuai perkembangan zaman. Kementerian Komunikasi dan Informatika (2018) akan menerapkan Sistem Online Single Submission (OSS) untuk Perizinan Bidang Penyiaran. Penerapan itu sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Kebijakan Percepatan Pelaksanaan Berusaha serta agenda Kementerian Kominfo mewujudkan First Class Broadcasting Licensing. Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Ahmad M. Ramli menyatakan Direktorat Penyiaran melakukan simplifikasi sistem perizinan melalui sistem Online Single Submission (OSS), serta penyederhanaan regulasi dari empat Peraturan Menteri menjadi satu Peraturan Menteri saja. Peraturan itu mencakup Pelaporan Perubahan Data Perizinan, Biaya Izin, Sistem Stasiun Jaringan, hingga Daerah Ekonomi Maju dan Daerah Ekonomi Kurang Maju dalam Penyelenggaraan Penyiaran. Selain itu, Dirjen PPI juga melakukan sosialisasi Surat Edaran Nomor 02 Tahun 2018 tentang Pedoman Pendirian Lembaga Penyiaran Jasa Penyiaran Radio Siaran FM untuk keperluan khusus.

Daftar Pustaka



Nugroho, Y., Siregar, MF., Laksmi, S. (2012). Memetakan Kebijakan Media di Indonesia (Edisi Bahasa Indonesia).


Laporan. Bermedia, Memberdayakan Masyarakat: Memahami kebijakan dan tatakelola media di Indonesia melalui kacamata hak warga negara. Kerjasama riset antara Centre for Innovation Policy and Governance dan HIVOS Kantor Regional Asia Tenggara, didanai oleh Ford Foundation. Jakarta: CIPG dan HIVOS.


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia.


Suryani, I., Zehhan M., Olifia S., Erica D. 2019. Strategi kampanye persatuan radio swasta nasional indonesia dalam memperkuat potioning radio. Komunikasi. Vol. XIII, No. 02, h. 131-140.

 
 
 

Recent Posts

See All

Comments


Join my mailing list

Thanks for submitting!

© 2023 by The Book Lover. Proudly created with Wix.com

bottom of page