top of page
Search

Kebijakan Penyiaran Radio Republik Indonesia pada Masa Orde Baru

  • Writer: kebijakankom.f13
    kebijakankom.f13
  • Jun 18, 2020
  • 9 min read

GLADYS NATASHA EVANGELINE

Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UAJY


Artikel ini merupakan tugas Ujian AkhirSemester (UAS) untuk Mata Kuliah Regulasi dan Kebijakan Komunikasi pada Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP UAJY, Juni 2020

Abstrak

Keberadaan program radio pada masa orde baru di Indonesia dapat membawa dampak yang positif bagi masyarakat untuk menambah wawasan, salah satunya yaitu Radio Republik Indonesia. Namun tak dipungkiri program penyiaran radio ini bisa berdampak negatif melalui konten yang disiarkan.Hal ini menjadikan pemerintah untuk membuat kebijakan yang mengatur mengenai penyiaran radio pada masa orde baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan kebijakan pada program penyiaran radio di masa orde baru dengan menggunakan metode deskriptif. Demikian pembahasan yang dijelaskan mendapatkan hasil bahwa penerapan kebijakan penyiaran radio pada RRI masa orde baru sudah dilakukan dengan cukup baik.

Kata kunci: Radio, Penyiaran, Kebijakan Radio, Radio pada Orde Baru


Pendahuluan

Teknologi komunikasi yang dibutuhkan masyarakat adalah bersifat cepat, ringkas, efisien, serta sangat dapat membantu pekerjaan dengan waktu singkat. Salah satu teknologi tersebut adalah radio sebagai alat media yang digunakan masyarakat untuk mendapatkan segala informasi dalam bentuk portal berita, pendidikan, hingga hiburan. Dalam Rosalia (2012:77), terdapat banyak elemen yang didengarkan dalam radio, mulai dari penyiar, berita-berita terkini, hingga hiburan seperti lagu yang diputarkan serta iklan produk dan jasa yang ditawarkan dan masih banyak lainnya. Hal ini menyangkut isi atau konten yang disediakan bisa berpengaruh bagi yang mendengarkan. Dengan banyaknya konten yang disiarkan pada radio dapat membuat masyarakat menjadi semakin menambah wawasan tetapi pada sisi lain bisa juga mendapatkan pengaruh buruk. Mengenai hal ini, radio dapat membantu masyarakat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan pemerintah dan situasi kenegaraan, tentunya bersifat edukasi dan informatif bagi semua kalangan.


Salah satu stasiun penyiaran radio di masa orde baru yaitu Radio Republik Indonesia (RRI). RRI resmi didirikan pada tanggal 11 September 1945 oleh beberapa tokoh yang aktif mengelola beberapa stasiun radio Jepang yang berada di Jakarta, Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, dan Malang. Radio Republik Indonesia pertama berada di Semarang di Jalan Pandanaran (Wijaya, 2012). Kebijakan pada masa orde baru tentu memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan pers, khususnya pada radio. Seperti yang diketahui, masa orde baru adalah masa pembangunan Indonesia yang tentunya lebih baik dari masa orde lama. Namun tidak menutup kemungkinan dengan adanya kebijakan pada masa orde baru menjadikan semuanya semakin membaik. Justru dengan adanya perubahan kepemerintahan ini dapat menciptakan masalah baru yang lebih parah lagi dari sebelumnya.


Tulisan ini dibuat tidak hanya semata-mata untuk memenuhi tugas perkuliahan melainkan melalui sejarah tentang kebijakan pada penyiaran radio terkhusus RRI. Penelitian ini ditujukan agar menjadi pembelajaran dan ilmu untuk pelajaran bagi masyarakat maupun pemerintah yang menjalankan wewenang ini. Batasan-batasan inilah yang menciptakan bagaimana kebijakan penyiaran Radio Republik Indonesia pada masa orde baru bisa dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif.


Hasil dan Pembahasan

A. Hasil Kajian

Pada bagian ini menjelaskan mengenai undang-undang yang mengatur tentang penyiaran pada era orde baru. Terdapat pasal-pasal yang mengemukakan peraturan dan masalah perizinan untuk penyiaran. Undang-undang ini diambil dari website resmi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Untuk era reformasi seperti sekarang ini sudah diambil alih oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), tepatnya ketika undang-undang berganti menjadi UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Konglomerasi media menjadi terganggu dengan adanya revisi pada undang-undang penyiaran yang pada akhirnya kekuasaan orde baru tergantikan oleh masa yang baru yaitu era reformasi. Era reformasi menjadi era yang menjunjung tinggi kebebasan masyarakat dalam berekspresi, berorganisasi, serta mengutarakan pendapat tanpa harus takut akan hukuman.


Undang-undang Penyiaran No. 24 Tahun 1997 ini terbagi menjadi beberapa bagian di dalamnya terkait dengan pasal-pasal tersebut. Undang-undang ini lebih mengarah pada beberapa bagian saja terkhusus pada penyiaran pemerintah karena sesuai dengan sejarahnya Radio Republik Indonesia menjadi stasiun radio pertama milik pemerintah pada era orde baru. Lembaga Penyiaran Pemerintah menjadi subjudul pada bagian ketiga dan pada pasal 10 dari banyaknya pasal dalam undang-undang tersebut. ayat 1 menjelaskan tentang Lembaga Penyiaran Pemerintah menjadi suatu unit kerja organis dibidang penyiaran yang diberi wewenang secara khusus pada kalangan tertentu. Wewenang ini berada di bawah tanggung jawab Menteri serta bertempat di kedudukan ibu kota negara, ibu kota provinsi, dan ibu kota kabupaten atau kotamadya yang dianggap perlu dan penting. Kemudian ayat 2 menjelaskan mengenai Lembaga Penyiaran Pemerintah lebih mengutamakan usaha pemberian jasa penyiaran kepada seluruh masyarakat di Indonesia, tidak seperti sekarang yang bisa memanggil perwakilan orang untuk bisa melakukan tanya jawab secara langsung pada siaran tersebut. lalu ayat 3 menjelaskan bahwa Lembaga Penyiaran Pemerintah terkhusus radio hanya terdiri dari Radio Republik Indonesia dan Radio Siaran Internasional yang dikelola secara professional. Lanjut pada ayat yang ke 4 yaitu Radio Republik Indonesia menyelenggarakan berbagai acara siaran melalui beberapa program atau saluran yang terdapat berita terkini, hiburan hingga satu diantaranya merupakan saluran pendidikan. Kemudian ayat 5 menyatakan bahwa Lembaga Penyiaran Pemerintah dapat menyelenggarakan siaran berlangganan dan jasa tambahan penyiaran radio data melalui siaran radio dan informasi teks melalui siaran televisi. Maksud dari ayat 5 ini adalah stasiun radio juga ikut serta mengikutsertakan siaran televisi sebagai bentuk penyiaran yang bisa memberikan informasi secara teks. Lalu ayat 6 menjelaskan tentang Lembaga Penyiaran Pemerintah dapat mengadakan kerja sama dengan pihak swasta nasional dibidang penyiaran atau bidang usaha lain yang dapat mendukung semua kegiatan penyiaran. Lanjut pada ayat 7 yaitu sumber pembiayaan Lembaga Penyiaran Pemerintah diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dana dari iuran penyiaran, kontribusi, dan biaya izin penyelenggaraan penyiaran, dana dari siaran iklan niaga Radio Republik Indonesia, dan yang terakhir usaha-usaha lain yang sah menurut syarat pemerintahan kepada penyiaran radio maupun televisi. Terakhir ayat 8 menjelaskan tentang ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Penyiaran Pemerintah yang akan terus disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah. Tentunya dari semua aturan dalam UU Penyiaran ini mengarah pada kekuasaan pemerintahan, walau beberapa dapat kebebasan namun kebebasan tersebut juga tidak sepenuhnya bebas. Penyiaran ini terus diawasi dan dikuasai oleh negara dan akan terus berada di bawah kendali yang memiliki wewenang hingga pemerintah.


Kemudian pola siaran pada masa orde baru pada RRI dalam Nuryanti (2017:25), tidak seperti kebanyakan negara maju dan berkembang lainnya, kemajuan teknologi di Indonesia dikuasai negara. Teknologi yang digunakan berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara menyeluruh, salah satunya adalah teknologi penyiaran beserta kontrol satelit yang ada pada masa tersebut membuat kesan bahwa pemerintah mengekang kehidupan masyarakat. Tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi liberalisasi media sebagai cara lain masyarakat bisa menuangkan opini karena longgarnya peraturan dalam mengatur media swasta yang pada saat itu juga mulai berkembang. Pada sisi lain, kemudahan yang didapatkan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Radio Swasta dengan keluarnya regulasi Menteri Penerangan No 18A/SK/MENPEN/1998 untuk mendukung media siaran dan media cetak swasta. hal ini memengaruhi RRI wilayah Semarang supaya mampu bersaing dengan swasta yang dikontrol dari pusat.


Dalam portal media kumparan.com menyatakan pada awal tahun 1969, siaran di desa hanya disediakan selama 56 jam sepekan oleh 30 stasiun penyiaran Radio Republik Indonesia. Kemudian tahun 1971 ada peningkatan yang dilakukan oleh 39 stasiun penyiaran dan 35 radio daerah. Dengan ini menjadikan jumlah jam siarannya pun ikut meningkat menjadi 199 jam sepekan dan secara tetap radio penyiaran menjadi 500 jam acara pedesaan setiap pekannya. Hal ini membuat masyarakat menjadi semakin tertarik dengan penggunaan radio untuk mendapat informasi yang disiarkan demi pembangunan pengetahuan mengenai pemerintahan. Meningkatnya siaran di desa didukung oleh kelompok yang mendengarkan siaran tersebut tentunya yang berada di pedesaan, sehingga menjadi suatu perkembangan yang baik dari tahun ke tahun bagi warga desa maupun media penyiaran yang menyelenggarakannya. Dalam konten yang disiarkan juga membuat masyarakat mendapat pengetahuan baru dan dapat mendiskusikannya secara bersamaan denga masyarakat lain mengenai masalah dalam lingkungan pemerintahan di Indonesia maupun lingkungan yang berada di sekitar mereka.


Sisi lain dari penyebaran siaran Radio Republik Indonesia tidak sampai ke pelosok. Beberapa tempat masih belum bisa menikmati untuk mendengarkan radio pada masa itu. Sinyal yang hanya seadanya tak mampu untuk sampai pada tempat terpencil. Minimnya perhatian pemerintah menghadapi RRI (Putri, 2016:661) membuat mereka yang kurang mampu tidak bisa mendapatkan informasi. Namun, setelah Radio Republik Indonesia dari status lembaga penyiaran radio diganti menjadi berdasarkan berbadan hukum yaitu Lembaga Penyiaran Publik (LPP) setelah disahkannya UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran menggantikan UU No. 24 Tahun 1997. Sejak saat itu siaran yang dikeluarkan dari RRI secara keseluruhan lebih mementingkan kebutuhan bangsa dan negara, tetapi juga tidak meninggalkan kepentingan politik negara (Saifullah dkk, 2017:97)

B. Pembahasan

Terlihat dari hasil data di atas bahwa teknologi radio pada masa orde baru sudah semakin maju tentunya dibandingkan dengan masa sebelumnya. Walaupun tidak sepenuhnya kebebasan dalam penyiaran radio diberikan begitu saja kepada masyarakat. Penyiaran radio pada masa orde baru ini, Indonesia memasuki zaman yang mana banyak peralihan dan aturan-aturan baru, terkhusus pada proses pembangunan ekonomi (Nuryanti, 2017:3). Hal ini memengaruhi kebijakan pers sehingga pemerintah tetap mengontrol lebih banyak dibandingkan membebaskan masyarakat dalam mengendalikan Radio Republik Indonesia. Tidak hanya RRI, hal lain juga tidak bisa sebebasnya memperluas karyanya. Walau RRI diciptakan untuk kepentingan bangsa dan negara, tetapi masih banyak keluhan-keluhan masyarakat yang tidak didengarkan oleh pemerintah.


Masa orde baru adalah masa di mana kebebasan masyarakat mulai diapresiasikan. Pemerintah menerapkan hal tersebut melalui peraturan-peraturan yang terus menerus dibaharui dan direvisi. Peraturan dan hukuman juga menjadi berubah-ubah seiring berjalannya waktu demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Termasuk pada masa orde baru ini, pemerintah mendirikan radio guna untuk media informasi dan hiburan yang disuguhkan pada masyarakat. Adanya radio membuat masyarakat juga lebih efektif dalam mendapatkan informasi terkhusus pada warga masyarakat yang berada di pedesaan. Radio Republik Indonesia menjadi satu-satunya stasion radio milik pemerintah dan kontennya lebih banyak mengarah pada proses pembangunan dan acara pendidikan. Radio ini didirikan pada masa perjuangan masyarakat mengenai hak kebebasan dalam berapresiasi. Dengan demikian, Radio Republik Indonesia menjadikan masyarakat Indonesia bisa Bersatu dengan semangat juang yang dimiliki (Gayatri dkk, 2007). Perkembangan penggunaan teknologi radio semakin marak dipakai pada kalangan masyarakat. Di Indonesia, siaran radio Indonesia yang dikenal pada masa orde baru yaitu Radio Republik Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari sejarah yang melatarbelakangi berdirinya siaran radio tersebut.


Tulisan ini juga didukung dari penelitian yang ditulis oleh Wijaya (2012) menyatakan, penyiaran radio pertama kali didirikan yaitu Radio Republik Indonesia Semarang pada 11 September 1945. Radio Republik Indonesia dibangun oleh perkumpulan beberapa tokoh delegasi radio Hoso Kanri Kyoku yang berada di Gedung Road Van Iindie. Tempat tersebut dijadikan gedung utama guna untuk mengadakan pertemuan-pertemuan, rapat, dan hal lainnya yang berhubungan dengan radio terkhusus Radio Republik Indonesia. Dengan adanya radio, masyarakat manapun dapat lebih mengenal Indonesia secara luas. Tidak hanya sekedar sebagai sarana hal formal tetapi juga non formal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar masyarakat bisa mempercepat pemerataan belajar tanpa memandang usia (Gayatri dkk, 2007).


Menurut portal berita Kompasiana.com yang ditulis oleh Iqbal (2017), era orde baru ini terdapat banyak stasiun televisi dan radio yang masih amatir. Mengenai hal tersebut menjadikan regulasi yang ditetapkan semakin banyak pula tentang penyiaran yang bersifat otoriter. Hukuman pun dibuat atas regulasi atau peraturan yang dibuat tersebut untuk mendisiplinkan kegiatan penyiaran pada televisi maupun radio. Jika ada yang tidak mematuhinya maka aka nada sesuatu yang menimpa stasiun penyiaran tersebut. Hal ini disebabkan karena masa kepemerintahan masa orde baru masih sepenuhya dipegang oleh pusat. Walaupun masyarakat sudah diberikan kebebasan mengenai karya dan mengutarakan opini terkhusus melalui radio ini, namun tidak semuanya disiarkan begitu saja. Mengani hal tersebut, RRI tidak hanya menjadi corong pemerintah, alat propaganda, dan instrumen kekuasaan dalam memanipulasi kesadaran public (Nuryanti, 2017). Terlebih jika tempat-tempat yang terpelosok tidak bisa mendapatkan sinyal untuk mendengarkan radio, masyarakat akan merasa kesulitan untuk menerima informasi atau berita mengenai lingkungan pemerintahan.


Simpulan

Kesimpulan dari hasil pembahasan seperti di atas membuahkan pengetahuan bahwa pada masa era orde baru adalah masa yang mana perpindahan dari pemerintahan orde lama. Sebenarnya masih tidak jauh berbeda dengan masa orde lama, bedanya pada orientasi pemerintah orde lama masyarakat diarahkan untuk menerapkan menyuarakan semboyan-semboyan perjuangan. Sedangkan masa orde baru konten yang disiarkan khususnya pada radio lebih kepada mendukung kebijakan pembangunan. Hukumanpun terus berjalan ketika masyarakat ada yang berbuat salah. Dengan berubahnya undang-undang dan cara pemerintahan dari orde lama ke orde baru membuat masyarakat setidaknya sedikit ada “bernapas” untuk menjalankan kehidupan sehari-hari dengan peraturan yang telah direvisi. Dalam pemerintahan dan peraturan dalam orde baru membuat masyarakat mendapat kebebasan yang bertanggung jawab atas segala yang dilakukan terkhusus pada penyiaran radio. Hal tersebut menjadikan masyarakat bisa mengungkapkan aspirasinya dan disiarkan melalui konten-konten yang ada di radio. Terlebih pada saat status RRI dari lembaga penyiaran radio menjadi Lembaga Penyiaran Publik (LPP). Era orde baru ini disebut juga sebagai masa di mana masyarakat bisa memperjuangkan hak kebebasannya dari peraturan penyiaran terutama pada radio.


Daftar Pustaka

1. Arsip Surat Keputusan Menteri Penerangan Republik Indonesia No 132 Tahun 1998 Tentang Ketentuan Untuk Menapatkan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers. Dari: https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/Kepmenpen_132_1998.pdf

2. Gayatri S., et.al. 2007. Format majalah udara pada siaran pedesaan. Journal of Animal Agricultural Socio-economics. Vol. 1 No. 1.

3. Iqbal, Angin. 2017. Regulasi Penyiaran di Indonesia. [online]. Diakses pada tanggal 28 April 2020 pukul 14.37. https://www.kompasiana.com/aginbal/596f99e3880ecd654003ef12/-regulasi-penyiaran-di-indonesia?page=1

4. NN. 2018. Radio sebagai Media Pembangunan Bangsa Masa Orde Baru. [online]. Diakses pada tanggal 28 April 2020 pukul 14.16. https://kumparan.com/potongan-nostalgia/radio-sebagai-media-pembangunan-bangsa-masa-orde-baru

5. Nuryanti. 2017. “Dampak Reformasi terhadap Regulasi dan Pola Siaran Radio Republik Indonesia (RRI) Wilayah Semarang Tahun 1998-2016”. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial. Sejarah. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

6. Rosalia, Naiza. 2012. Faktor-faktor penting daya tarik stasiun radio bagi pendengar radio di kota semarang. Jurnal Interaksi. Vol. 1 No. 1.

7. Saifullah M., et.al. 2017. Perkembangan Radio Republik Indonesia (RRI) Banda Aceh Tahun 1946-2015. Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM). Vol. 2, No. 1, Hal. 90-102.

8. Undang-undang Penyiaran Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997. file:///C:/Users/USER/Downloads/Undang-Undang-tahun-1997-24-97.pdf

9. Wijaya, Deddy. 2012. Sejarah radio republik indonesia wilayah semarang tahun 1945-1998. Journal of Indonesian History. Vol. 1 No. 1.

10. Putri, Nur. 2016. Peran Radio Republik Indonesia sebagai Penyambung Aspirasi Masyarakat di Daerah Perbatasan Provinsi Kepulauan Riau. Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC.

 
 
 

Recent Posts

See All

Comentarios


Join my mailing list

Thanks for submitting!

© 2023 by The Book Lover. Proudly created with Wix.com

bottom of page