Kebijakan Penyiaran Perfilman Indonesia: UU Nomor 33 Tahun 2009
- kebijakankom.f13
- Apr 12, 2020
- 4 min read
Updated: Apr 30, 2020
Materi ini disiapkan untuk memenuhi tugas perkuliahan Regulasi dan Kebijakan Komunikasi dengan topik kebijakan komunikasi bidang penyiaran televisi dan film pada Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY).

Awalnya, undang-undang perfilman diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1992 yang dibentuk setelah adanya tuntutan gerakan reformasi 1998 dalam bidang politik dan kebudayaan, termasuk di dalamnya bidang perfilman. Posisi film bergeser dari ranah politik menjadi ranah budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Film merupakan hasil kreatif dengan memadukan kecanggihan teknologi, sistem nilai, ideologi, gagasan norma dan tindakan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.
Definisi film menurut UU No. 33 tahun 2009 adalah karya seni budaya yang termasuk dalam pranata sosial dan bagian dari media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan dan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. UU No. 33 tahun 2009 dibuat untuk menggantikan UU No. 8 tahun 1992 yang sama-sama berisi tentang perfilman. Hal tersebut terjadi akibat dari pertimbangan bahwa UU No. 8 tahun 1992 dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan film. Undang-Undang pengganti tersebut dibuat agar menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju.
Dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2009, film dianggap sebagai karya seni budaya yang memiliki peran dalam peningkatan ketahanan budaya bangsa dan kesejahteraan masyarakat sehingga negara bertanggung jawab memajukan perfilman. Isi kebijakan mengenai perfilman dalam UU No. 33 tahun 2009 pada pasal pertama menjelaskan tentang ketentuan umum yang menyangkut film merupakan karya seni budaya dalam media komunikasi massa. Dalam perfilman juga ditampilkan iklan guna untuk mempublikasikan dan mempromosikan film yang sedang tayang. Kemudian, sensor merupakan bagian dari perfilman. Sensor merupakan penelitian mengenai penilaian untuk keberlangsungan layak atau tidaknya suatu film ditayangkan kepada khalayak.
Dilanjutkan dengan pasal kedua sampai pasal keempat yang membahas tentang asas, tujuan, dan fungsi. Asas pada perfilman (pasal 2 UU No. 33 tahun 2009) terdapat beberapa isi dari Pancasila untuk mendasari dan menyatukan perfilman Indonesia. Ada beberapa tujuan pada perfilman (pasal 3 UU No. 33 tahun 2009), yang paling menonjol yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menaikkan martabat bangsa, serta mengembangkan budaya bangsa dalam ranah nasional maupun internasional. Kemudian, bagian ketiga (pasal 4 UU No. 33 tahun 2009) menyebutkan fungsi perfilman, yaitu mengembangkan budaya, pendidikan, sebagai sarana hiburan, informasi, pendorong karya kreatif, serta memperkuat perekonomian bangsa.
Kebijakan pada pasal 5 hingga pasal 15 UU No. 33 tahun 2009 menjelaskan tentang kegiatan dalam mengusahakan perfilman di Indonesia. Kegiatan ini dilakukan berdasarkan kebebasan berkreasi, inovasi, dan karya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa. Dalam mengusahakan perfilman, tertera aturan-aturan mengenai perjanjian dalam mengusahakan film yang akan dibuat atau ditayangkan. Selanjutnya, mulai pasal 16 hingga pasal 22 UU No. 33 tahun 2009 menjelaskan pembuatan film. Dalam pembuatan film dapat dilakukan secara perseorangan, organisasi, bahkan pemerintah pusat maupun daerah. Terdapat hak-hak dan perlindungan hukum mengenai pembuatan film.
Pemaknaan mengenai film dalam UU No. 33 tahun 2009 memiliki dua arti. Pertama, kegiatan perfilman yang bersifat langsung dengan film dan nonkomersial ( pasal 1 ayat 4 UU No. 33 tahun 2009). Kedua, usaha perfilman yang bersifat langsung dengan film dan komersial ( pasal 1 ayat 5 UU No. 33 tahun 2009). Dalam UU perfilman ini, penting untuk dilihat bahwa perkembangan film di Indonesia diutamakan dan diperjuangkan. Dalam pasal 10 ayat 1 dan 2, berisi tentang kewajiban pada kegiatan perfilman dan usaha perfilman mengutamakan film Indonesia dan penggunaan sumber daya Indonesia semaksimal mungkin.
Dalam undang-undang ini juga dijelaskan mengenai penyensoran film. Dalam melakukan penyensoran film, Lembaga Sensor Film (LSF) memiliki kriteria sensor seperti yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 33 tahun 2009 pasal 6. Film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilman dan usaha perfilman dilarang mengandung isi yang:
a. mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
b. menonjolkan pornografi.
c. memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antar-ras, atau antargolongan.
d. menistakan, melecehkan, atau menodai nilai-nilai agama;mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum.
e. merendahkan harkat dan martabat manusia.
Berdasarkan kriteria sensor tersebut, LSF dapat melakukan penyensoran pada film yang melanggar kriteria tersebut. Penyensoran dilaksanakan dengan melakukan dialog dengan pemilik film yang disensor yaitu pelaku kegiatan perfilman, pelaku usaha perfilman, perwakilan diplomatik atau badan internasional yang diakui Pemerintah. Film yang mengandung tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan yang tidak sesuai dengan pedoman dan kriteria sensor dikembalikan kepada pemilik film untuk diperbaiki sesuai dengan pedoman dan kriteria sensor. Sehingga dapat dikatakan bahwa LSF melakukan sensor ketika ada film yang melanggar kriteria tersebut.
UU No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman dirasa belum dapat memberikan arahan dan mendorong produksi konten film yang beragam dan demokratis. Hal ini dikarenakan peraturan yang tertuang di Undang-Undang tersebut seolah hanya memperhatikan soal moralitas, norma dan nilai semata dan membatasi para pembuat film mengekspresikan ide serta imajinasi mereka dalam film. Permasalahan ini membuat para pembuat film merasa terkekang dan tidak ekspresif. Contohnya, film ‘Kucumbu Tubuh Indahku’ garapan Garin Nugroho yang dilarang tayang di bioskop karena dinilai mempromosikan isu LGBT yang dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dianut di Indonesia (Sembiring, 2019).
Daftar Pustaka
Undang-undang nomor 33 tahun 2009 tentang perfilman. Diakses melalui https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-33-2009-perfilman pada 16 Maret 2020 pukul 21.50.
Sembiring, Ira Gita. (2019). Kucumbu tubuh indahku, film kontroversi dengan sederet prestasi. https://www.kompas.com/hype/read/2019/11/14/101651466/kucumbu-tubuh-indahku-film-kontroversi-dengan-sederet-prestasi
Comments